Kata
Bada’a dalam bahasa mempunyai dua makna, yaitu :
Pertama
Berarti
sesuatu yang diciptakan (diadakan) tanpa ada contoh sebelumnya. Makna ini
sebagaimana dalam firman Allah.
“Artinya : Katakanlah, “Aku bukanlah
rasul pertama diantara para rasul” [Al-Ahqaaf : 10]
Makna ini juga
terdapat dalam perkataan Umar Radhiyallahu ‘anhu.
“Artinya :
Sebaik-baiknya bid’ah” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari 4/250 no.2010]
Juga
dalam perkataan para imam lainnya seperti Imam Syafi’i, “Bid’ah itu ada dua,
bid’ah yang baik dan bid’ah yang tercela, jika sesuai sunnah, maka itu yang
baik, tapi kalau bertentangan dengannya, maka itulah yang tercela” [Dikeluarkan
oleh Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 9/113]
Ibnu Rajab berkata, “Adapun yang
terdapat dalam perkataan ulama salaf yang menganggap baik sebagian bid’ah adalah
bid’ah dalam pengertian bahasa. Bukan bid’ah dalam pengertian syari’at. Di
antaranya perkataan Umar tatkala memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan
shalat tarawih pada bulan Ramadhan di satu tempat dengan dipimpin seorang imam,
maka beliau berkata, “Inilah sebaik-baiknya bid’ah” [Jaamiul Uluum wal Hikam
1/129]
Kedua
Berarti lelah dan bosan, dikatakan “Abda’at Al-ibilu”
artinya unta bersimpuh di tengah jalan, karena kurus atau (terkena) penyakit
atau lelah.
Di antara penggunaan kata bid’ah dalam makna ini adalah
perkataan seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah, “Innii ubda’u bii
fahmiini” (Sesungguhnya saya kelelahan, tolong berilah saya bekal), maka
Rasulullah berkata, ‘Saya tidak punya”. Maka seorang laki-laki berkata, “Wahai
Rasulullah, saya akan tunjukan dia kepada orang yang bisa membantunya”. Maka
Rasulullah berkata :
“Artinya : Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan,
maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” [Hadits
Riwayat Muslim 13/38-39]
Sebenarnya makna ini tetap kembali kepada makna
yang pertama, sebab makna ‘unta bersimpuh’ adalah rasa lelah yang mulai
merasukinya, padahal sebelumnya tidak.
Oleh
Muhammad bin Husain Al-Jizani
[Disalin dari kitab Qawaa’id
Ma’rifat Al-Bida’, Penyusun Muhammad bin Husain Al-Jizani, edisi Indonesia
Kaidah Memahami Bid’ah, Pustaka Azzam]
ADS HERE !!!