Assalamu'alaikum .ww. wb.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
dengan menghadirkan diri saya serendah mungkin, dengan segala kerendahan hati, ijinkanlah saya berbagi pengalaman, sekedar menuliskan perjalanan hidup saya, sebuah catatan harian, di minggu ketiga, akhir minggu ketiga. Sebuah perjalan yang sepertinya tak sengaja, namun memang sengaja dikehendaki oleh Sang Maha Berkehendak, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka saya harus masuk dan melalui jalan ni. Jalan yang saya tidak ketahui bagaimana jalan itu dan jalan yang tidak saya ketahui dimana akhir jalan itu. Biarlah saat ini saya ikuti saja jalan saya, jalan yang diinginkan oleh sang Pemilik hidup saya ini.
Dengan segala kesungguhan hati, saya memohon, Ya Allah, Ya Tuhanku jauhkanlah kesombongan atau merasa lebih dari dalam hatiku walaupun itu cuma setitik debu saja. Hanya engkalah Yang berhak dan layak untuk menyombongkan. Kalau bukan karena ijinMu dan karena karuniaMu maka tidaklah mungkin aku menjauhkan diri dari rasa sombong ini.
Sekali lagi dengan menyebut namaMu, berilah petunjukMu agar aku mampu menuliskan ini sebagai sebuah kisah, sebuah catatan harian bagiku, dan mungkin merupakan petunjuk atau cahaya bagi orang-orang yang mau dan berusaha menemuiMu.
Ya Allah, kabulkanlah permintaanku.
Amin.
Karena ini merupakan sebuah catatan harian saya, dan dengan penuh kerendahan hati saya meminta maaf, dan mohon sekiranya ada yang tidak berkenan, mohon untuk berhenti membaca dan menghapus email ini sampai disini.
Selamat, salam sejahtera semoga tercurah dari Yang Maha Kuasa kepada kita semua.
Selamat membaca bagi, Anda yang masih berminat meneruskan membaca catatan harian saya:
Pagi ini. Ya baru pagi inilah pertama kali saya sholat.
Sholat dalam kesadaran. Sholat dengan sebuah keyakinan.
Sholat dengan sepenuh kesadaran melihat wujud NYA.
Melihatnya dari segala sudut, segala arah, jurusan, dari segala ufuk.
Kesadaran saya mampu melihat keberadaanNYA ada di setiap titik atau benda yang saya lihat.
Mampu mendengar dalam setiap suara yang terdengar.
Mampu mencium keberadaanNYA dari apapun yang tercium.
Merasakan keberadaanNYA dari apapun yang terasa.
Sekalipun mata ini tak mampu lagi melihat
telinga tak mampu mendengar
seluruh panca indera tak mampu bekerja lagi
aku tetap sadar akan keberadaanNYA
Kesadaranku merasakan keberadaanNYA setiap detik, setiap hela nafas, denyut jantung.
Kesadaran ini muncul begitu saja, sederhana, tanpa proses, wajar dan mudah. Sama persis seperti ketika sadar siapa aku. Namun berbeda dengan waktu itu ketika sadar siapa aku yang muncul adalah, kebanggan, kemegahan, kemenangan, euphoria kegembiraan,
"Hoii ... ", ... "Eureka ... aku tahu". Aku sadar, siapa aku, siapa diriku, atau teriakan-teriakan luapan kegembiraan lainnya.
Kesadaran kali ini muncul dibarengi seluruh rasa yang ada yang mungkin bisa kita bayangkan dalam benak kita, gembira, sedih, senang, khawatir, takut, gemetar, gentar, marah, benci, dan lain sebagainya, seluruh rasa ini silih berganti, isi, mengisi, berganti ganti. Namun akhirnya rasa gentar dan takutlah yang paling kuat menguasai jiwa. Bisa kita bayangkan seperti seorang sedang ujian diawasi dari berbagai macam penjuru. Mau bergerak sulit, bernafas saja hati-hati.
Ketika kesadaran ini mampu melihat wujud keberadaanNya dalam setiap pandangan mata, dari semut yang merayap, dari pucuk daun, dari tanah yang lembab, dari langit, bulan, bintang, matahari, semua terlihat nyata dalam kesadaran. Sadar, bahwa ada satu Penggerak. Sadar, bahwa ada sesuatu Sang Maha Penggerak. Sadar, bahwa ada sesuatu yang mengatur. Sang Maha Pengatur. Lalu menyelusuri inchi demi inchi tubuh, tangan, jari kaki, mata, hidung, kepala dan rambut semua begitu meyakinkan, tak ada tanya lagi, yang ada adalah kepastian, adalah bukti, adalah nyata. Dan kesadaran saya tak mampu membatah dengan sepatah katapun akan bukti yang diberikan di depan mata ini.
Maka kegelisahan dan keresahan timbul dengan pengawasan yang begitu hebat, mau makan bingung, ganti pakaian malu, mau berbuat apapun selalu sadar ada Dzat yang Maha Mengetahui sedang memantau, melihat, mencatat apapun yang sedang saya lakukan. Kesadaran yang menggentarkan dan menakutkan,. Namun sekali lagi, saya tetap saya. Aku tetap aku. Masih sama dengan aku yang 3 minggu lalu, aku yang sama persis, tak ada bedanya sama sekali.
Namun ada satu ... ya cuma satu hal yang membedakan, yaitu kesadaran. Kesadaran adanya aku. Kesadaran adanya sesuatu Yang Maha Dahsyat sedang mengawasiku.
Caranya mudah untuk kembali ke aku yang 3 minggu lalu, maka kututup saja kesadaranku, maka akupun kembali sama persis seperti waktu itu. Aku yang terserah aku, mau sholat, mau tidak, mau begini, mau begitu, kembali sama persis. Aku tetap aku, yang kemarin 3 minggu lalu.
Kemudian ketika kuputar tombol kesadaranku "klik" on, maka berubah total seluruh apapun yang ada di depanku. Maka ketika aku sholat, sholatku adalah sholat karena kesadaran akan pentingnya sholat, sadar dan takut dan gentar akan kedahsyatan Sang Maha Kehendak ini. Maka akupun berlaku dan berbuat sebaik mungkin dalam sholat, begitu dalamnya rasa takut yang mencekam, sehingga melakukan kesalahan sekecil apapun aku tidak akan berani, malu, takut, segan dan gentar akan sesuatu Dzat Yang Maha Dahsyat yang meliputi diriku. Yang lebih dekat dari urat nadiku, bahkan lebih dekat, sedekat apapun yang bisa kupikirkan dekat. Sehingga sekalipun apapun orang yang akan perbuat atasku, walaupun kesakitan, ingin menjerit, ingin menangis, ingin teriak atau ingin apapun tak akan berani aku lakukan.
Tapi lihatlah, jiwa ini tetap bebas, sebagaimana dalam FirmanNYA yang memberikan kebebasan bagi jiwa untuk memilih jalan kefasikan atau jalan ketakwaan. Maka aku hanya perlu melakukan switch off kesadaran ini, setelah itu akupun kembali total seperti aku semula. Aku yang sama persis dengan 3 minggu lalu.
Inilah petunjuk yang kudapatkan, maka terserah pada jiwaku mana jalan yang harus kupilih.
Mungkin Anda yang membaca dari pertama catatan harian ini sempat bertanya atau berfikir, apa bedanya dengan "rasa sholat" dari setiap step sebelum ini?. Perbedaannya, sholat "khusuk" saat ini adalah khusuk dengan penuh kesadaran, penuh ketaatan, penuh kepatuhan, dsiplin yang kuat dan sangat tinggi dengan kesadaran yang muncul dari dalam diri, ada ketakutan atau kegentaran dari kesadaran ini. Mungkin bisa saya gambarkan seolah seperti takut pada sholat tahap pertama, yaitu takut karena neraka dan berharap atas karunia dan surga, hampir kembali seperti rasa saat ini. Namun perbedaannya adalah kadar atau kualitas takut yang berbeda, takut dan gentar karena sadar. Bayangkan takut dan gentar saat ada ribuan gajah menerjang kepada anda. Bayangkan patuh dan taat ketika kita dalam upacara resmi kenegaraan. Sikap tegah patuh dan disiplin yang muncul dari kesadaran karena kita dalam "kesadaran" melihatNYA.
Apakah senang, apakah bahagia, mendapat kondisi saat ini, tidak seperti sebelumnya yang penuh euphoria kegembiraan, kebahagiaan, kenikmatan, maka saya akan menjawab saya tidak tahu saat ini. Ada penyesalan, mengapa saya bisa tahu sampai disini, ada ketakutanm, ada kegamangan, ada kekhawatiran, ada kegembiraan, ada kebahagiaan. Yang pasti ketika kita selesai melakukan sholat dengan penuh kesadaran ada ketenangan luar biasa yang muncul tanpa dicari, tanpa dibuat-buat, tanpa perlu dirasakan. Seolah kita selesai melakukan tugas suci, seperti seorang selesai melakukan upacara bendera kenegaraan. Atau seorang pulang dari wisuda, atau seorang mendapat berita gembira lainnya.
Jadi sekali lagi, seperti yang saya jelaskan, bahwa baru hari ini saya sadar atau dengan penuh kesadaran, bertemu langsung kepada Sang Pemilik Hidup ini, bertanya atau mengeluh ataupun yang lainnya,berdoa, memohon, mengadu. Saya lakukan dengan switch "kesadaran on".
Ketika kita selesai sholat, kesadaran inipun bisa kita on dan off kan, kalau kita sadar, kita melihat apapun lalu selalu akan berbisik Maha Suci Engkau Ya Allah Sang Pemilik Hidup. Maha Suci Engkau Penguasa Alam semesta. Namun ketika kesadaran ini saya off kan, maka saya akan kembali menjadi diri saya yang kemarin yang 3 minggu lalu.
Lalu, terserah jiwa saya saja yang akan memilih dan menentukan langkah ke depan.
Saya tahu ada satu kesadaran diatas kesadaran ini biasa disebut supra sadar, ketika "kesadaran ini" menjadi automatic, tidak perlu lagi saya on dan off kan, maka kita akan selalu dalam liputan dan naungan serta petunjukNYA. Insya Allah.
Bersambung
Iman Sarjono