Melanjutkan renungan ini:
Saya coba menggambarkan dengan bahasa saya yang mudah dimengerti.
Seluruh kesadaran yang dituliskan panjang lebar dari segala sudut, sebenarnya berbicara satu hal saja, yaitu kesadaran itu sendiri, hanya penyebab adanya kesadaran itu yang berbeda-beda.
Ok, sebetulnya sederhana dan sangat sederhana. Mungkin orang yang terasing tak mengenal apapun akan lebih jelas dalam kesadaran ini. Saya tidak akan membahas, namun hanya merasa, saya seolah tertimbun oleh ribuan tumpukan buku, untuk mengambil sebuah hal yang mudah saja ini.
Kesadaran adanya Dzat Yang Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Hidup dsb, seolah sulit dan jauh tinggi di awang-awang, namun sebenarnya juga sangat dekat, sungguh dekat, teramat sangat dekat, yang lebih dekat dari urat leher kita, sedekat apapun yang bisa kita fikirkan disitu kita bisa sadar akan keberadaanNYA. Sebagai seorang yang berkecimpung dalam rasio, fisika dan matematika dalam kehidupan sehari-hari saya ingin mencoba menggambarkan dalam bahasa matematika.
Segala sesuatu didunia ini tentu dilihat dari nilai, dari harga, dan juga dilihat dari statistik ketika kita berbicara tentang suatu nilai. Misalnya 1,2,3,4 dan seterusnya. Nah ketika kita melihat suatu benda tentu kita langsung berfikir ada satu benda. Nilai benda itu tentu dilihat dari sifat atau kegunaan dan manfaat benda itu. Kalau ada satu benda dengan 99 manfaat maka nilainya adalah 99. Itu baru satu benda, kalau ada 2 benda kita maka bisa kita jumlahkan menjadi bernilai 188.
Ok, secara statistik kita bisa melihat 188 manfaat atau sesuatu yang ada di benda itu. Ketika kita tidak mampu melihat satupun sifat dari benda itu, kita mengatakan benda itu tidak ada. Padahal apakah benda itu ada atau tidak ada, kita tidak tahu. Mungkin dengan mikroskop kita bisa tahu ternyata benda itu ada.
Jadi, sifat benda itu yang menentuka nilai dari benda itu.
Ketika kita timbul kesadaran adanya Allah, maka yang kita mampu adalah melihat atau sadar akan sifat Allah yang meliputi benda itu. Kalau tidak ada benda (ataupun hal apapun), kita tidak mampu melekatkan sifat Allah atau sadar atau mengetahui sifat Allah dengan keterbatasan indera dan jiwa kita ini.
Maka secara matematis saya akan menuliskan Allah itu adalah bilangan atau lambang 0, dalam bahasa arab dituliskan titik (.). Lambang titik ini lebih menjelaskan arti nol daripada lambang 0. Menurut apa yang saya tahu seorang akhli muslim lah yang menemukan arti pentingnya bilangan nol ini.
Kembali ketika saya menilai seekor jangkrik, maka saya tulis 1, dan kalau menambahkan satu sifat Allah yang meliputi jangkrik tersebut maka saya tulis 10, kalau dua sifat berarti 100, tiga sifat 1000, kalau sembilan puluh 99 sifat yang bekerja secara aktif menyeluruh dan sempurna pada jangkrik itu maka nilai jangkrik itu adalah 1 dan 99 nol di belakangnya. Bagaimana saya tidak merasa gentar dan takut melihat kenyataan ini. Untuk menggerakan dan menghidupkan seekor jangkring, berapa nilainya. lalu kalau 2 ekor jangkrik 2 dengan 99 nol dibelakangnya, 3 ekor jangkrik 3 dengan 99 nol di belakangnya, kemudian kalau sangat banyak jangkrik, maka ada sebanyak jangkrik itu ditambah nol di belakangnya.
Itu baru pada saat saya melihat jangkrik, begitu pula kalau saya melihat benda-benda lainnya. Satu demi satu, saya sadar ada suatu Dzat Yang Maha Luar biasa yang berkehendak membuat rencana pada jangkrik ini itu merayap di depan saya. Lalu saya melihat kaki, tangan, dan diri saya, maka takjub dan semakin takut. Lalu melihat sekeliling sekali lagi, maka semakin gemetar dan gentar rasanya. Berapa nilai semua ini, berapa besar kekuatan yang merencanakan ini. Yang mengatur satu demi satu dengan segala keunikan, keutuhan dan kesempurnaan ini.
Tak ada kata lagi yang sanggup saya tuliskan. Kalaupun butiran air samudra, setiap titik berubah menjadi nol, untuk menuliskan nilai apa saja yang saya lihat, maka tidak akan cukup.
Maka semakin takut dan tunduk jiwa saya, Maha suci engkau ya Allah. Dengan segala keagunganMu dan segala sifatMu.
Aku datang, dengan tunduk, menyerah dan suka rela ke hadapanMu.
Wassalam
Iman Sarjono