Bak
jamur di musim hujan, bak orang jualan ta'jil di bulan Ramadhan rasanya
saya juga pingin ikut - ikutan bikin training spiritual yang lagi
tumbuh di mana - mana. Tak tanggung - tangung, supaya bisa menyedot
perhatian seluruh segmentasi pasar umat muslim maka judulnya juga harus
heboh dan melingkupi semuanya. Judul Super Quantum Shalawat Ikhlas Quotient ( disingkat SQSIQ, dibaca SISIK ) menurut penerawangan pribadi agaknya lumayan memikat dan bisa jadi jargon keren.
Kata Super adalah perwakilan kata kedigdayaan yang luar biasa tak
tertandingi. Quantum jelas mewakili para pencari kebenaran lewat jalur ilmu pengetahuan modern. Sedangkan kata Shalawat
adalah perwakilan para pencari keteduhan batin yang tersebar di
pelosok-pelosok desa di seluruh nusantara yang jumlahnya puluhan juta
atau ratusan juta di seluruh dunia. Mereka dengan sukarela menyempatkan
diri menyisihkan sedikit rejeki dari sedikit rejeki yang dipunyai demi
melanjutkan budaya berkumpul bersholawat yang diadakan rutin setiap
malam Jum'at. Saudara -saudara kita ini rata-rata kurang mengenyam
sistem pendidikan modern karena minimnya dana. Mereka hanya mengandalkan
keghaiban atas sebuah keyakinan bahwa bila mereka bershalawat maka
arwah Rasulullah datang dan memberi syafaat problem solving atas masalah keseharian mereka.
Last, kata Ikhlas
adalah
sebuah tantangan diri sendiri bagaimana bila suatu saat metode ini
sangat berhasil tetapi disisi lain saya tidak mendapat apa-apa bahkan
tidak dianggap apa -apa. Namun di sisi lain saya juga tidak kurang
apa-apa. Fuihh...kalau sudah mikir ndak dapat apa - apa mendingan tidur
aja...begitu kata teman saya yang profesinya sebagai pekerja kasar. Ia
begitu setia dengan prinsipnya sebab sudah belasan tahun derajat
pekerjaannya nggak naik -naik.
Sebenarnya sih saya nggak serius bikin training semacam itu mengingat background
pendidikan yang nggak jelas. Lulusan pesantren bukan, lulusan kampus
juga bukan. Posisi saya saat menulis ini tak lebih dari posisi belatung
atau bakteri pengurai, sedikit menjijikkan. Tujuannya sekedar ingin
melebur, mengurai, mencampur aduk, menggerogoti sana -sini agar semua
lebur menjadi satu menjadi bentuk energi murni yang dapat dikonsumsi
semua umat tanpa pandang bulu. Layaknya
seperti udara yang tidak bisa di monopoli keberadaannya.
Korelasi antara Super Quantum Shalawat Ikhlas Quotient adalah sosok Rasulullah itu sendiri.
Dalam konsep ilmu bela diri tertinggi, jurus terhebat adalah berkacak pinggang. Sikap ini mewakili tiga kedigdayaan yaitu :
Pertama,
kuda-kuda dengan posisi kaki sejajar yang berarti dengan sengaja
meremehkan posisi lawan alias pamer bahwa ia punya fisik yang super,
Kedua,
kekuatan tenaga dalam tanpa perisai diri dilambangkan dengan berkacak
pinggang yang berarti ia punya kesigapan prana yang tak bisa di tembus,
Ketiga,
kepala yang sedikit mendongak keatas pertanda mempunyai daya strategi
intelektual yang mampu membaca pikiran lawan dan siap diajak debat
filosofi jurus.
Tiga sikap ini adalah sebuah tingkat aktualisasi
puncak seorang pendekar alias superman. Ingatkah gaya superman sang
super hero yang lagi berkacak pinggang itu ? Keren kan
...
Namun
ketika sang pendekar telah kenyang dengan pengalaman tanding,
kesadarannya meninggi dan beranggapan bahwa jurus tertinggi adalah
lariiii....biar selamat, salam, Islam. Lalu apakah ini tindakan pengecut
? Bisa iya bisa tidak. Iya kalau untuk menyelamatkan diri sendiri.
Tidak kalau untuk menyelamatkan dan menjaga martabat lawan. Seperti
kisah salah satu petinju legendaris dunia yang mobilnya pernah menabrak
gerobak di pinggir jalan. Lalu si pemilik tentu saja marah bukan main
karena gerobak ini menyangkut mata pencaharian hidupnya. Tak ayal sang
petinju dipukuli nggak karu -karuan. Namun tak ada perlawanan sama
sekali bahkan petinju ini berusaha melarikan diri. Sikap ini mempunyai
landasan yang jelas bahwa bila saja ia membalas satu kali saja pastilah
keok sang pemilik gerobak. Tapi di sisi lain permasalahan pun malah
bertambah rumit. Sudah menabrak, memukul KO, membiayai perawatan rumah
sakit, karier dan reputasi kacau bahkan bisa
masuk penjara. Sudah jatuh ketimpa eskalator...apes kuadrat.
Sikap
melarikan diri ini merupakan sikap super yang sangat sulit dimengerti
orang yang masih berada di wilayah ego kependekaran. Namun sikap ini
ternyata oleh Rasulullah diteguhkan oleh posisi awal takbiratul ihram.
Allahu akbar. Murni menggantungkan kebesaran kekuatan pada Allah semata.
Sikap berdiri yang begitu pasrah, melarikan diri kepada Allah dan
menuruti kehendakNya. Apakah berarti Rasulullah lemah sebagai manusia ?
Tentu tidak. Ke-super-annya di tunjukkan dengan salah satu mukjizat
membelah bulan. Seandainya mukjizat ini dipraktekkan untuk menghadapi
kaum kafir, tentulah Muhammad sang agung tak perlu pasukan. Beliau
tinggal menggerakkan tangan di hadapan pasukan kafir. Dhuarrr..! . Pasti sekejab berapa pun banyaknya pasukan itu akan terpotong lehernya hanya dengan satu gerakan tangan.
Tapi
tidak
demikian ketika posisi Beliau sebagai pengemban amanah yang memberi
keselamatan manusia. Beliau menyembunyikan kekuatan itu demi menemani
kemampuan para sahabat dalam medan laga. Bila sahabat hanya bisa bermain
pedang, maka Beliau ikut belajar pedang. Bila sahabat hanya bisa gulat,
Rasulullah pun ikut gulat. Bila sahabat banyak yang masih bodoh,
Rasulullah pun memproklamirkan diri sebagai "ummi". Bila para fakir
miskin belum bisa tidur nyenyak karena lapar, Rasulullah pun tak mau
kenyang sepanjang hidupnya. Sikap pembelajaran rahmatan lil alamin
sangat dikedepankan. Tatkala diludahi ataupun dilempar kotoran oleh
tetangganya yang Yahudi pun tak membalas. Tak lain beliau sudah begitu
paripurna dalam membedakan mana urusan pribadi mana urusan umat. Tak ada
kata atas nama Islam ketika diri pribadi disakiti. Padahal beliaulah
yang paling berhak mengatasnamakan Islam. Beliau hanya keras bila yang
disakiti bukan diri sendiri atau perasaan
pribadi.
Ketika seseorang telah mampu membedakan
antara keselamatan pribadi dengan keselamatan orang lain, maka sedikit
demi sedikit akan terkuaklah misteri quanta energi dalam dirinya.
Semakin ia tidak memikirkan keselamatan pribadi, semakin luaslah medan
energi orang tersebut. Ketubuhannya akan lebur mengurai menjadi kuanta
alias energi itu sendiri kemudian melingkupi orang yang akan
diselamatkan. Dalam Islam disebut amal dan pahala.
Namun sayangnya hijrah energi ini sering terhenti tergadaikan secara turning point kembali
ke alam terkasar dan ter lambat geraknya alias materi. Hal ini memang
jauh - jauh hari sudah dikatakan Rasulullah bahwa orang yang hijrah
karena harta atau wanita maka ia akan benar-benar mendapatkannya. Dan
memang itulah pahala yang diterima. Tetapi itu semua telah menghentikan
tujuan hijrah menuju Allah sebagai pusat energi. Memang yang sering
terjadi terkadang kita memperhalus dan mencari pembenaran dengan
membiografikan kesedihan diri atau kemampuan latihan tirakat yang sudah
berjalan bertahun- tahun. Tak lain hanya untuk mencari pengesahan bahwa
setelah masa prihatin itu dilakoni, seakan sesudahnya berhaklah kita
atas kesenangan - kesenangan dunia. Pamor atau harta.
Rasulullah
sendiri adalah sebuah puncak pencapaian kecerdasan quantum energi yang
sangat rendah hati. Hal ini sudah dibuktikan dengan tehnologi Isra'
mi'raj dan Nubuwah-nubuwah kenabian tentang ramalan masa depan. Segala
rumusan ilmu baik yang sudah tergelar maupun yang akan menjadi tren
masa depan telah tergenggam lebur menjadi sosok pribadi. Namun ia begitu
rendah hati dalam segala penyampaiannya agar semua lapisan umat mampu
mendapatkan dan mengamalkannya. Keikhlasan Rasulullah dalam mentransfer
ilmu tertinggi adalah keikhlasan terhebat karena beliau mampu mengambil
posisi paling tidak enak di tengah umat
manusia. Kesaudagarannya semasa jaya bersama Siti Khadijah rela di tukar
dengan kedekatan terhadap kaum budak yang terjajah. Beliau tidak peduli
lagi dengan pamor mulia keluarga bani Hasyim suku Quraisy yang lekat di
dalam dirinya. Beliau rela terusir jalan kaki ratusan kilometer dari
tanah kelahirannya. Beliau begitu ikhlas dibilang bodoh, gila dan
berpenyakit ayan. Beliau pun mampu bertahan pada posisi itu sampai jasad
kembali ke tanah. Itu semua demi menyebarluaskan akses jalur energi
terbesar agar dapat dimanfaatkan seluruh lapisan masyarakat. Inilah yang
disebut dengan perjalanan proses totalitas fana alias memurnikan energi
itu sendiri.
Pada
wilayah ini terjadilah hukum kekekalan energi yang dengan kesadaran
penuh tetap dapat dikendalikan walau jasad telah terkubur. Oleh
Rasulullah disebut syafaat. Dan hanya beliaulah yang benar- benar mampu
memberikannya. Terus bagaimana cara kita mengakses syafaat itu ? Ya baca
shalawat dong....
sesuatu yang kelihatannya sekedar kata ternyata menyimpan energi dahsyat
yang siap di re-code digunakan
untuk berbagai kebutuhan hidup. Layak saja saudara-saudara kita
dipelosok desa lebih gemar berutinitas malam Jum'at bershalawat diba'
demi menjaga keberkahan hidup.
Wow... ternyata
mereka lebih duluan secara kontinyu berjamaah mengakses jalur kuantum
energi dengan cara yang sama sekali jauh dari kerumitan. Keikhlasan
untuk menjaga keberkahan hidup bersama begitu terasa. Bahu membahu
menyisihkan sedikit rejeki dari sedikit rejeki yang diperoleh demi
menyenangkan orang lain menjadi landasan hidup bersama. Upahnya pahala,
niatnya ikhlas. Sehingga semua berjalan langgeng turun temurun
berabad-abad walaupun tidak pernah ada gaji profesional kepanitiaan atau
manajemen yang jelas. Mereka hanya sekedar ingin meniru keikhlasan Nabi
dalam berdakwah sambil berharap memperoleh energi syafaatnya.
Dalam konsep Fastabiquul khairat
terkadang saya malu dengan para biksu Budha. Ketika menyampaikan
kebenaran, mereka tak pernah "menarif". Runutan logika prinsipnya
sederhana. Kalau kami ini adalah kebenaran, orang pasti mencari. Kalau
orang sudah mendapat manfaatnya dalam keseharian, pasti secara hukum
keberadaan mereka akan kembali ke sini dan berterimakasih kepada ajaran
ini. Bentuk ungkapan terimakasih termudah adalah dengan menyisihkan
hasil jerih payah aktifitas keseharian. Entah berupa tenaga, bahan
bangunan, uang, kepandaian dan lain-lain. Itulah keikhlasan yang tiada
keterpaksaan. Bila mereka tidak kembali, pertama mungkin kami salah atau
sebenarnya kurang mampu lahir batin dalam mengajarkan dan
mengamalkannya, kedua mungkin mereka masih berproses dalam menyelesaikan
konflik dalam dirinya. Kami berbaik sangka dan percaya kepada
Keberadaan. Dari sinilah kami mampu membangun dan menghidupi biara.
Dahsyat...begitu
yakin dan ikhlasnya jiwa -jiwa itu.....dan siapa bilang dengan
keyakinan seperti ini mereka meninggalkan dunia dan pernik tehnologinya ?
Tidak. Sekelumit fakta, di daerah saya terdapat dua bangunan wihara
yang lebih megah dari masjid . Bahkan lengkap dengan jaringan internet
broadband. Padahal populasi umat Budha sedikit sekali. Bukti lainnya
mereka juga bikin stasiun televisi lokal yang lumayan bagus dan sudah
eksis beberapa tahun. Sedangkan umat muslim sebagai populasi terbanyak
hanya bisa menonton tayangan televisi lokal yang isinya joget pantat
melulu. Sebenarnya beberapa waktu lalu sudah ada keinginan bikin stasiun
televisi lokal maupun radio bernuansa nilai Islam. Tapi
maklumlah...karena sudah terbiasa terhenti sebatas konsep dan gampang
mempersoalkan beda prinsip tafsir, akhirnya benih itu tumbang sebelum
tumbuh. Kalau layu sebelum berkembang sih masih mending....
Oalah....Ndhilalah.....Ternyata Ikhlas bukanlah suatu metode. Sebab di wilayah ini tidak ada multiple choice
atau spesifikasi. Simpel. Seperti perhitungan bilangan biner. Kalau ya
berarti ikhlas. Kalau tidak ya otomatis nggak ikhlas. Tidak ada cerita
setengah ikhlas, agak ikhlas, ikhlas dengan catatan, ikhlas asal ada
jaminan atau ungkapan sebenarnya sih ikhlas....tapi bla bla bla....
Karena
ikhlas itu bukan suatu metode, maka otomatis saya tidak punya otoritas
apapun untuk merumuskan atau mengajari kecuali sekedar mengajak belajar
bersama menuju ikhlas sejati. Yaitu menyumbangkan segala kemampuan yang
di anugerahkan Allah untuk menolong kanan kiri kita yang lagi mengalami
kebuntuan hidup. Tanpa berharap meminta imbalan selain imbalan itu
murni "kersaning" Allah. Bukan rekayasa kita.
Setelah
memotret
berbagai realitas yang ada, ternyata saya sama sekali tidak membawa
sebuah penemuan baru, metode - metode spektakuler, ataupun kiat-kiat
yang menakjubkan. Untung saja saya tidak sempat memproklamirkan bahwa
SQSIQ adalah metode pertama ada di Indonesia yang mampu menawarkan
kesejahteraan hidup instan sebab dalam ajaran Islam semuanya ternyata
sudah dikemas secara mudah, menyenangkan dan terjangkau seluruh lapisan
masyarakat. Padahal semula saya agak GR bila metode ini dikemas rapi
secara keilmuan modern, pastilah kehidupan saya yang pas-pasan ini agak
sedikit lebih membaik. Minimal bayaran hak paten atas rumusan ini
berharga sekitar 6 M, alias Makasih Mas Mari Mampir Makan - Makan.
Kalau
saja penjabaran teori SQSIQ diteruskan lebih mendalam sampai pembaca
terkagum - kagum, mungkin malah yang didapat pembaca hanyalah SISIK
alias kembali ke kulit keras yang terluar. Seperti sisik ikan
yang seakan-akan mampu mengendalikan haluan air demi kehendak geraknya.
Padahal sesungguhnya sang ikan sama sekali tak ada kuasa terhadap air.
Lebih parah lagi kalau hanya berganti sisik seperti ular. Kayaknya
bertapa tirakat, ternyata sekedar ingin kekal di dunia dan nglungsungi
agar tumbuh sisik lagi yang lebih mengkilau. Memang sih bisa ular begitu
bertuah. Tetapi racun, bukan rahmat.
Dan
sekali lagi, jika saja seandainya saya tetep ngeyel ingin mengembangkan
metode ini secara profesional, apakah saya juga siap memberi contoh
keikhlasan layaknya Rasulullah yang ikhlas nggak dapat apa-apa dalam
kehidupan dunia. Tak lain hanya demi selamatnya umat.
Rasanya
belum lah ... wong saya ini diam-diam masih bingung mikir karier
pribadi. Duh ikhlas.... ikhlas... di manakah dirimu.... tolong dong Pak
Ustadz, Pak Kyai, Pak Trainer... tunjukkan dimanakah ia bersembunyi...
atau apakah ternyata ikhlas adalah sembunyi itu
sendiri ? Bingung aku....
Allahumma shalli 'alaa Muhammad.....