Saya gambarkan kondisi sholat saya yang terakhir ya, yaitu minggu ini. Sekali lagi saya berlindung kepada Allah dari sifat sombong, menonjolkan diri, semoga dijauhkan sifat itu dari saya sejauh-jauhnya. Saya hanya berusaha memberikan gambaran atau contoh apa yang saya rasakan ketika melakukan sholat khusuk di minggu ke tujuh ini. Sekali lagi saya hanya berusaha mengikuti cahaya kebenaran, namun bukan berarti apabila saya sudah benar. Sekali-kali tidak. Jika saya mengatakan, berusaha untuk berbuat benar dan mencari kebenaran. Jawabnya betul dan iya. Kebenaran itu dari Allah, maka kalau ada yang memberikan petunjuk dan arah agar saya semakin mengarah ke arah kebenaran saya akan bersyukur.
Berikut ini sebuah gambaran waktu sholat, terutama di waktu, malam, sunyi dalam diam. Dalam doa, dalam ketundukan, pasrah.
Dalam suatu kesadaran utuh, ada suatu rasa, bahwa saya adalah kudrat sang Pencipta, dan saya memiliki kesadaran ruh, jiwa, raga dan akal. Maka saya hadapkan semua kesadaran ini, utuh kepadaNYA.
Dengan semua sudah saya hadapkan/haturkan utuh bersama kepasrahan dan doa saya ... ikhlaskan diri untuk menjadi wakilNYA ... dalam diam ... dalam kontemplasi ... aku serahkan kesadaran … meluas ... kembali kepada wujud saat pertama kali di tiupkan ... terasa aku ada dimana-mana ... di dalam dan diluar ...aku tidak merasakan badanku lagi ... semua terasa sebagai angin dingin ... diam ... diam ... aku berada dalam ruh ... aku berada dalam materi ... kita berada dalam jiwa .... kita berada seolah berada di seluruh alam semesta. Terasa badan dingin, hawa dingin menyebar di seluruh tubuh, terasa menyebar ke seluruh ruangan, meluas dan meluas bersama kesadaran yang semakin meluas.
Semua rasa itu real dan nyata, yaitu menimbulkan sensasi yang sangat terasa bagi raga. Menimbulkan rasa dingin sampai ke seluruh ruangan. Menimbulkan getaran kuat didada, menyapu tubuh, bergetar. Terasa seluruh sensasi yang ditimbulkan, tangan kulit, kaki, mata, semua bergetar dalam tasbih, sel-sel, panca indera bergetar dalam tasbih, jiwa, akal, ruh bergetar dalam tasbih. Semua terasa jelas. Demikian juga pengertian dan hakekat menjadi mudah dan jelas. Terasa seolah ada serah terima tugas sebagai khalifah di bumi, sebagai wakilnya di bumi. Perlahan dan sedikit demi sedikit, masuk pemahaman tentang arti dan hakekat khalifah di bumi, tugas dan kewajiban dan lain-lainnya. Pengertian dan pemahaman itu seolah disipkan begitu saja di hati, dan ada disana tanpa disadari.
Selain itu juga seolah ada beberapa sensasi yang lain yaitu seolah dialog dengan Allah, Bukankah Aku (Allah) Tuhanmu, bukankah engkau sudah berjanji waktu di dalam kandungan. Sekalipun seluruh umat manusia mengingkari, tidak akan mengurangi sedikitpun kekuasaanKu. Maka timbul suatu kesedihan/kesenduan/keharuan yang luar biasa dalam jiwa, merintih dan menangis ... memohon ijin untuk mengingat, memuja, menyembah Allah ... mengeluh. Ya Rabbi, Ya Allah, dengan segala ketundukan dan kerelaanku ,aku berserah diri sepenuhnya mengikuti kehendakMU, menjadi hambaMU, menjadi wakilMU, menjadi khalifah, menjadi alat, menjadi tanganMU, menjadi kakiMU, menjadi mataMU di bumi ini.
Lalu muncul ketenangan dan kedamaian dan rasa seperti 'sepon/busa/karet' lembut ulet, kokoh, sejuk, nyaman, memeluk, melindungi, melilit, meliputi, mengayun. Dalam puji syukur yang dalam, dalam ayunan 'sepon/busa' ini kesadaran (jiwa/ruh/raga) meluas, melebar, menempuh tata surya, menembus galaksi, menuju jarak jutaan milyar galaksi tak terjangkau, bertasbih bersama bersama alam semesta, lalu meluruh kembali ke mayapada, begitu mudah dan cepat, berdzikir bersama angin, bertasbih bersama awan, masuk ke dalam perut bumi, bertasbih bersama atom, partikel, elektron, lalu, menyentuh, meliputi apa saja yang dilewati, bergerak bersama gerak kehidupan, bersama tumbuhnya kecambah atau pepohonan kecil, bersama menetasnya telor ayam, bersama semua gerak apapun yang ditemui, penuh kenyamanan, ketakjuban, syukur, kenikmatan dalam ayunan dan liputan rasa 'sepon/busa' yang mampu membawa kemanapun, kesadaran utuh, tak ada raga lagi, entah dimana raga, yang ada hanyalah kesadaran, kesadaran dalam tasbih, kesadaran dalam mengingat Allah.
Rasa nikmat dalam kondisi ini seolah menahan untuk berlama-lama disini. Tidak mau berpindah ke bagian lain, karena tak ada hal atau sensasi senikmat ini. Tak ada hal lain/ sensasi di dunia yang melebihi rasa nikmat ini, entah itu makan, minum, kegembiraan, hobby, seks atau apapun. Tak ada yang mampu melebihi rasa itu. Suatu gabungan utuh dari keindahan, keterpesonaan, kekaguman, cinta, kenikmatan, kenyamanan, kebahagiaan, kegembiraan, ketenangan, ketentraman, kedamaian, kebebasan, kepuasan, rasa syukur, gelora semangat, masih banyak lagi. Suatu hal yang belum pernah dirasa, seolah semua rasa yang membahagiakan bergabung menjadi satu secara utuh dan menyeluruh, sehingga sayapun tak mampu menceriterakan secara jelas apakah 'rasa' itu. Mungkin ada orang lain yang pernah merasakan mampu lebih jelas menceriterakan rasa atau sensasi tersebut.
Namun akhirnya raga tak mampu bertahan, mulai terasa rasa pegal, kaku dan kesemutan mulai menjalar ke tubuh. Kesadaranpun akhirnya kembali ke raga, dalam diam ... dalam dzikir penuh pengakuan Maha suci Engkau Ya Allah.. Maha Agung, Segala Maha yang tak mampu kusebut lagi dengan keterbatasan akalku.
Rasa seperti 'sepon/busa' ini masih bertahan sangat lama di seluruh tubuh sesudah sholat selesai. Kenikmatan yang masih menimbulkan kenyamanan, ketentraman, kepuasan. Ridho dengan takdir apapun atas raga. Jiwa telah terpuaskan, rela, pasrah, ridho kepada Allah. Semoga allah ridho pula kepadaku. Amin.
Bersambung
Iman Sarjono